Monday, February 13, 2017

Pembelajaran Berdisiplin
Oleh: Ahmad Fahrudin

Disiplin adalah salah satu kata kunci untuk menuai banyak kesuksesan. Disiplin bisa dimulai dari hal kecil. Bangun pagi misalnya, apabila bangun pagi ini tidak biasa disiplin, maka saya yakin, pagi-pagi adalah hal yang akan dibenci oleh semua orang. Karena membuka mata adalah hal terberat.
Sejak kecil, kita sudah dilatih untuk berdisiplin diri. Saya ingat betul, apabila hari Senin tiba. Maka diawali dengan upacara bendera. Di sana terdapat beberapa perilaku dan sikap yang diajarkan untuk kedisiplinan.
Mulai dari seragam. Kita harus berseragam rapi, pakai dasi, topi, sepatu hitam. Belum lagi masuk dalam baris berbaris. Pandangan lurus ke depan, dada agak dibusungkan, dan siap mengikuti tata aturan upacara. Apa yang diperintahkan oleh pemimpin upacara, maka kita siap sedia untuk melaksanakan.
Kegiatan semacam inilah yang pada mulanya diajarkan untuk melatih kedisiplinan dalam diri pribadi. Dalam sebuah perusahaanpun tidak ketinggalan dengan kata disiplin.
Perusahaan yang menerapkan tingkat disiplin tinggi kepada para pekerjanya akan menjadi bonafit dan mampu bersaing dengan perusahaan di segala multi dan level.
Beda dengan perusahaan yang masuknya semaunya. Sistemnya tidak jelas lagi. Waktu bangkrut dan kehancuran tinggal menunggu saja.
Patut kiranya kita merenung atas ungkapan Maria Montessori, tokoh pendidikan dari Italia (1870-1952), "Kita mengajarkan disiplin untuk giat, untuk bekerja, untuk kebaikan, bukan agar anak menjadi loyo, pasif, atau penurut".
Ini artinya, kedisiplinan dalam dunia pendidikan merupakan harga mutlak. Tak bisa ditawar dan tak bisa dibeli. Semuanya harus dilatih, diupayakan, sehingga mampu dibiasakan oleh setiap pribadi. Sehingga pada titik inilah sesuatu yang biasa menjadi hal yang luar biasa.
Kita patut kiranya berpikir ulang. Jika kesuksesan dan keberhasilan belum menyapa kita, barangkali kita kurang disiplin dalam melakoni setiap usaha kita. Boro-boro disiplin dalam usaha. Disiplin bangun pagi aja sulit, makanya rezekinya dipatok ayam.
Penderitaan karena berdisiplin lebih baik daripada penderitaan karena penyesalan--Mario Teguh. Saatnya kita memilih untuk yang terbaik bagi kita. Apakah kita memilih penyesalan yang berujung kekecewaan, ataukah berdisiplin tapi menderita yang berakibat kesuksesan? .

Tulungagung, 06 Pebruari 2017

Tuesday, February 7, 2017

pendidikan Hemat untuk anak

Mengajarkan Pendidikan Hemat Sejak Dini
Oleh: Ahmad Fahrudin

"Singkatnya, jalan menuju kekayaan, jika Anda menginginkannya, sesederhana jalan ke pasar. Ia tergantung terutama pada dua hal: rajin dan hemat, jelasnya: janganlah menyia-nyiakan waktu (tidak rajin) ataupun uang (tidak hemat)." -- Benyamin Franklin
Saya mencermati kalimat hikmah di atas. Memang benar adanya dan itu sesuai dengan kenyataan sekarang ini. Apalagi hidup yang dituntut dengan segala pemenuhan serba instan, sehingga budaya konsumtif merambah kepada semua golongan.
Beberapa hari yang lalu saya membaca suatu artikel yang berjudul mengajarkan anak untuk belajar hemat dengan cara menabung.
Seketika ingatan saya meluncur jauh ke belakang. Ketika saya duduk di bangku kelas Sekolah Dasar. Namanya bapak Sakri, kalau di kampungnya beliau mempunyai panggilan bapak Sukri. Entah apa yang menyebabkan panggilannya berbeda satu huruf saat di sekolah dengan di kampung. Jelasnya saya tidak tahu.
Beliau mengajarkan arti penting makna suatu kehidupan, walaupun saya dan teman-teman seangkatan baru kelas 3. Kurang lebih umur kita adalah 9 tahun.
Kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, kebudayaan dan tradisi, serta budaya hidup hemat beliau ajarkan dan tauladankan kepada kami. Kalau boleh saya menyimpulkan --pengajaran dan pendidikannya lebih dititik-tekankan pada hal yang berhubungan dengan kearifan hidup.
Satu hal yang saya rasa berhubungan dengan artikel jika dihubungkan dengan pendidikan yang diajarkan bapak Sakri adalah menabung. Dengan menabung maka kita bisa dikatakan hidup hemat. Bukankah peribahasa mengajarkan, hemat pangkal kaya.
Saya ingat betul dengan alat yang kami pakai untuk menabung bersama dengan teman sekelas. Namanya adalah 'bumbung'. Bumbung ini berasal dari bambu yang dipotong satu ruas. Kemudian dibersihkan dan dirapikan. Bagian atas dikasih lubang untuk jalan masuknya uang keping logam.
Hidup hemat inilah yang diajarkan oleh beliau. Setiap satu minggu sekali dihari jum'at seingat saya sebelum istirahat, kami harus menabung ke dalam bumbung. Bumbung ini kami simpan di almari kelas.
Selama satu tahun saya menabung, kurang lebih uang tabungan saya terkumpul 125 ribu. Jumlah yang cukup besar bagi saya waktu itu. Uang yang terkumpul bisa saya belikan buku, sepatu, dan tas. Rasanya puas tak terperi mampu membeli sesuatu dengan uang hasil tabungan.
Budaya inilah yang seharusnya tetap dipertahankan dalam dunia pendidikan. Khususnya anak usia sekolah dasar. Dengan menabung, akan mengajarkan beberapa hal.
Pertama, budaya hidup hemat. Kedua, penanaman karakter kepada anak. Ketiga, mengajarkan kepada mereka untuk mengatur keuangan. Dan saya yakin masih banyak lagi segi positifnya.
Dalam artikel tersebut dijelaskan. Alat menabung bisa menggunakan bahan-bahan bekas. Seperti; kaleng bekas minuman, botol, sehingga mampu mengarah pada keramahan lingkungan.
Dan sesuai dengan kreativitas masing-masing siswa. Ingin dibentuk seperti apa, sehingga daya kreativitas anak mampu tereksplor dengan baik.
Marilah kita ajarkan anak untuk menabung sejak dini, dengan tidak meninggalkan sisi kreativitas anak. Tabungan adalah biaya hidup masa depan yang sudah kau miliki hari ini.
Terkhusus untuk guruku bapak Sakri Al-Maghfurlahu, semoga engkau khusnul khotimah dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, diampuni dosa-dosanya, dan diterima amal baiknya, termasuk amal yang diajarkan kepada kami. Aamiin.
Tulumgagung, 07 Pebruari 2017

DOKUMENTASI KEGIATAN PRAMUKA PASOPATI SMPN 3 KEDUNGWARU

  DOKUMENTASI   KEGIATAN  PRAMUKA PASOPATI SMPN 3 KEDUNGWARU